Hari ini aku bertemu dengan istrimu melalui suara. Semangatnya masih membara, senyumnya masih renyah. Pantas kamu begitu mencintainya. Aku tidak tahu bagaimana perawakannya kini. Setahuku, berat badannya menyusut ke angka 42, tidak jauh beda denganku bukan?
Jangan terburu – buru cemas, semua hanyalah efek kemo yang sedang dijalaninya. Sesekali istrimu mengeluh kesakitan. Badannya menghitam seperti terbakar, di lain waktu memerah karena mengelupas kulit – kulitnya.
“Bibirku pecah – pecah.” Katanya suatu hari. Aku menyarankan untuk mengolesi dengan madu atau minyak zaitun. Sayangnya, resepku tidak manjur.
“Aku tidak bisa makan apapun.” Katanya lagi. Setiap makanan yang masuk ke dalam lambungnya, segera dimuntahkan kembali. Leukositnya drop. Imunnya menurun, sehingga diare begitu mudah menumbangkannya.
“Aku nggak kuat. Aku mau opname.” Rengeknya. Maaf, aku menghela nafas demi mengamini permintaannya. Aku berharap lain kali istrimu meminta disewakan kamar di hotel untuk beristirahat, bukan di rumah sakit.
"Aku susah jalan. Telapak kaki seperti ditusuk - tusuk duri." Keluhnya. Tidak terbayang kesakitan yang dirasakannya. Aku hanya mampu diam.
Hari ini aku bertemu dengan istrimu melalui suara. Sepanjang 60 menit obrolan kami, tidak satu pun namamu disebut. Dia tampaknya sedang begitu kasmaran dengan seorang laki – laki yang begitu peduli padanya. Mengertilah, saat ini yang dia butuhkan adalah keberadaan. Realitas. Orang yang benar – benar nyata untuk menjaga cahayanya tetap terang. Aku pun tidak tega untuk mengingatkannya tentangmu. Meskipun tujuanku adalah bersama - sama mengenangmu, agar rasa kehilangan ini tidak menjadi belagu.
Dia terpesona dengan kesabaran lelaki ini ketika mengurusnya. Mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga dengan tuntas sebelum istrimu terjaga. Mungkin Bandung Bondowoso perlu belajar dari lelakinya. Dia jatuh cinta dengan perhatian lelaki ini. Membawakannya jagung manis dan kentang ketika istrimu berperang melawan nasi. Setia menua bersama.
Jangan, jangan sedih. Dia bisa saja menua bersama lelakinya. Dia bisa saja jatuh cinta untuk kedua kalinya. Bukan berarti dia alpa. Untukmu, sudah disimpan jauh di lubuk hatinya. Mengendap dan senyap.
Kamu terdiam.
Hei, kulitmu lebih cerah dari gambaran terakhir di memori di otakku. Badanmu melebar penuh lemak. Sudah berapa lama kamu tidak berolahraga? Aku rindu ritual pagi kita : saat teduh lantas bersama berburu embun pagi. Melemaskan otot - otot dan menyejukkan mata. Sementara istrimu sibuk menyiapkan sarapan untuk kita. Istrimu, perempuan yang kamu kecup kedua pipinya sebelum kamu menghilang. Aku hanya memiliki kesempatan mencium dan menggelitik tanganmu.
Kamu termenung.
Ya, beberapa hari yang lalu istrimu merayakan hari jadi. Seharusnya, tidak ada kado yang lebih indah selain kamu (tetap) ada. Namun tahun ini berbeda, setidaknya bagiku. Tidak ada kado yang lebih indah selain dia (masih) ada. Baginya, semua hari sama saja jika harus dihabiskan di rumah sakit. Melewati serangkaian tes yang memperburuk kondisi fisiknya justru tepat di hari spesialnya. She always be unlucky to have bad birthday, but she always be the lucky one who always live in your heart.
Kamu menelan ludah dan tertunduk.
“Hei, aku punya kejutan untukmu.”
Kamu memandangiku. Enggan.
Jangan terburu – buru cemas, semua hanyalah efek kemo yang sedang dijalaninya. Sesekali istrimu mengeluh kesakitan. Badannya menghitam seperti terbakar, di lain waktu memerah karena mengelupas kulit – kulitnya.
“Bibirku pecah – pecah.” Katanya suatu hari. Aku menyarankan untuk mengolesi dengan madu atau minyak zaitun. Sayangnya, resepku tidak manjur.
“Aku tidak bisa makan apapun.” Katanya lagi. Setiap makanan yang masuk ke dalam lambungnya, segera dimuntahkan kembali. Leukositnya drop. Imunnya menurun, sehingga diare begitu mudah menumbangkannya.
“Aku nggak kuat. Aku mau opname.” Rengeknya. Maaf, aku menghela nafas demi mengamini permintaannya. Aku berharap lain kali istrimu meminta disewakan kamar di hotel untuk beristirahat, bukan di rumah sakit.
"Aku susah jalan. Telapak kaki seperti ditusuk - tusuk duri." Keluhnya. Tidak terbayang kesakitan yang dirasakannya. Aku hanya mampu diam.
Hari ini aku bertemu dengan istrimu melalui suara. Sepanjang 60 menit obrolan kami, tidak satu pun namamu disebut. Dia tampaknya sedang begitu kasmaran dengan seorang laki – laki yang begitu peduli padanya. Mengertilah, saat ini yang dia butuhkan adalah keberadaan. Realitas. Orang yang benar – benar nyata untuk menjaga cahayanya tetap terang. Aku pun tidak tega untuk mengingatkannya tentangmu. Meskipun tujuanku adalah bersama - sama mengenangmu, agar rasa kehilangan ini tidak menjadi belagu.
Dia terpesona dengan kesabaran lelaki ini ketika mengurusnya. Mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga dengan tuntas sebelum istrimu terjaga. Mungkin Bandung Bondowoso perlu belajar dari lelakinya. Dia jatuh cinta dengan perhatian lelaki ini. Membawakannya jagung manis dan kentang ketika istrimu berperang melawan nasi. Setia menua bersama.
Jangan, jangan sedih. Dia bisa saja menua bersama lelakinya. Dia bisa saja jatuh cinta untuk kedua kalinya. Bukan berarti dia alpa. Untukmu, sudah disimpan jauh di lubuk hatinya. Mengendap dan senyap.
Kamu terdiam.
Hei, kulitmu lebih cerah dari gambaran terakhir di memori di otakku. Badanmu melebar penuh lemak. Sudah berapa lama kamu tidak berolahraga? Aku rindu ritual pagi kita : saat teduh lantas bersama berburu embun pagi. Melemaskan otot - otot dan menyejukkan mata. Sementara istrimu sibuk menyiapkan sarapan untuk kita. Istrimu, perempuan yang kamu kecup kedua pipinya sebelum kamu menghilang. Aku hanya memiliki kesempatan mencium dan menggelitik tanganmu.
Kamu termenung.
Ya, beberapa hari yang lalu istrimu merayakan hari jadi. Seharusnya, tidak ada kado yang lebih indah selain kamu (tetap) ada. Namun tahun ini berbeda, setidaknya bagiku. Tidak ada kado yang lebih indah selain dia (masih) ada. Baginya, semua hari sama saja jika harus dihabiskan di rumah sakit. Melewati serangkaian tes yang memperburuk kondisi fisiknya justru tepat di hari spesialnya. She always be unlucky to have bad birthday, but she always be the lucky one who always live in your heart.
Kamu menelan ludah dan tertunduk.
“Hei, aku punya kejutan untukmu.”
Kamu memandangiku. Enggan.
“Ini namanya Octbrocoli Cheese Milk. Brokoli dengan saus susu full cream dicampur dengan keju dan topping bawang bombai.”
Our special secret dinner, if you notice.
Aku menyalakan lima lilin lavender. Tidak ada lagi lilin berbentuk angka. Jangan terkejut. Aku memang sudah dewasa sekarang. Konon, semakin dewasa seseorang, semakin dia merindukan kedamaian. Aroma lavender menjadi bagian dari perbincanganku dengan-Nya sambil menyelami kedamaian. Bagaimana denganmu? Mungkin bagimu, kedewasaan seseorang diukur dari seberapa dekat hidupnya dengan Tuhan.
Rasa masakanku kali ini dijamin berkelas dan mengenyangkan lapar dengan tuntas. Gurih dan menghilangkan perih. Brokoli ini menjadi makanan wajib istrimu. Konon, zat – zat yang terkandung di dalam brokoli mampu menekan pertumbuhan kanker. Hari ini pun menu makannya sama dengan kita. Sinkronitas. Bedanya, istrimu masih memasak dengan cara Jawa, sedangkan aku dengan cara uji coba. Aku memang beda. Aku selalu beda. Aku akan tetap beda dari yang lainnya. Gemar mendobrak dogma, termasuk dogma rasa.
Kamu tidak menggubris masakanku.
Aku tahu tentang kekhawatiranmu terhadapnya. Sampai kapan pun hatimu selalu menjadi miliknya. Selalu, aku hanya sanggup berjanji untuk tidak melukai hatinya. Merahasiakan setiap pertemuan kita. Bertingkah seolah kamu memang sudah tiada. Hanya untukmu, aku rela bermain drama. Aku bahagia melihatmu bahagia ketika melihatnya bahagia. Dia pun berkata akan bahagia jika aku bahagia. Bukankah terasa indah misi kita untuk saling membahagiakan?
Hubungan kita bertiga unik. Aku masih ingat ketika aku bersitegang dengan istrimu. Kamu selalu menenangkan hatiku. Mengajariku untuk melunak dan berbaikan dengannya. Kamu selalu tahu caranya membuatku luluh untuk mau menyebut nama istrimu di setiap doa malam kita. Sekarang kamu tidak perlu mengajariku lagi, karena namanya selalu aku sebut di setiap jeda senja. Sering kali, aku lupa menyebut namamu. Maaf.
Kamu berkemas.
Berapa lama lagi waktu yang aku punya? Sekalipun itu hanya 1 detik, aku ingin menghabiskannya untuk berdansa denganmu. Mengenang kebersamaan kita yang tidak pernah lekang oleh waktu. Walaupun kita tidak semesra dulu karena kamu sibuk mengkhawatirkan istrimu. Tidak hanya kamu, hampir semua orang yang mengenalnya tidak henti mengkhawatirkannya. Demikian juga aku.
I pray for her even more than me.
If I could steal time machines, I would ask you to dance with her.
I will let you spend your time with her.
I don’t wanna be naughty to hold you too long.
Kamu berdiri.
Aku tahu waktumu hampir habis. Terimakasih untuk tetap menemuiku diam – diam. Aku pun akan menelan perasaanku dengan diam. For the last :
My beloved D,
Happy anniversary with God in His Kingdom. I miss you so badly. Love you to the heaven and back.
Your (always be) little daughter
@Cezza13
Our special secret dinner, if you notice.
Aku menyalakan lima lilin lavender. Tidak ada lagi lilin berbentuk angka. Jangan terkejut. Aku memang sudah dewasa sekarang. Konon, semakin dewasa seseorang, semakin dia merindukan kedamaian. Aroma lavender menjadi bagian dari perbincanganku dengan-Nya sambil menyelami kedamaian. Bagaimana denganmu? Mungkin bagimu, kedewasaan seseorang diukur dari seberapa dekat hidupnya dengan Tuhan.
Rasa masakanku kali ini dijamin berkelas dan mengenyangkan lapar dengan tuntas. Gurih dan menghilangkan perih. Brokoli ini menjadi makanan wajib istrimu. Konon, zat – zat yang terkandung di dalam brokoli mampu menekan pertumbuhan kanker. Hari ini pun menu makannya sama dengan kita. Sinkronitas. Bedanya, istrimu masih memasak dengan cara Jawa, sedangkan aku dengan cara uji coba. Aku memang beda. Aku selalu beda. Aku akan tetap beda dari yang lainnya. Gemar mendobrak dogma, termasuk dogma rasa.
Kamu tidak menggubris masakanku.
Aku tahu tentang kekhawatiranmu terhadapnya. Sampai kapan pun hatimu selalu menjadi miliknya. Selalu, aku hanya sanggup berjanji untuk tidak melukai hatinya. Merahasiakan setiap pertemuan kita. Bertingkah seolah kamu memang sudah tiada. Hanya untukmu, aku rela bermain drama. Aku bahagia melihatmu bahagia ketika melihatnya bahagia. Dia pun berkata akan bahagia jika aku bahagia. Bukankah terasa indah misi kita untuk saling membahagiakan?
Hubungan kita bertiga unik. Aku masih ingat ketika aku bersitegang dengan istrimu. Kamu selalu menenangkan hatiku. Mengajariku untuk melunak dan berbaikan dengannya. Kamu selalu tahu caranya membuatku luluh untuk mau menyebut nama istrimu di setiap doa malam kita. Sekarang kamu tidak perlu mengajariku lagi, karena namanya selalu aku sebut di setiap jeda senja. Sering kali, aku lupa menyebut namamu. Maaf.
Kamu berkemas.
Berapa lama lagi waktu yang aku punya? Sekalipun itu hanya 1 detik, aku ingin menghabiskannya untuk berdansa denganmu. Mengenang kebersamaan kita yang tidak pernah lekang oleh waktu. Walaupun kita tidak semesra dulu karena kamu sibuk mengkhawatirkan istrimu. Tidak hanya kamu, hampir semua orang yang mengenalnya tidak henti mengkhawatirkannya. Demikian juga aku.
I pray for her even more than me.
If I could steal time machines, I would ask you to dance with her.
I will let you spend your time with her.
I don’t wanna be naughty to hold you too long.
Kamu berdiri.
Aku tahu waktumu hampir habis. Terimakasih untuk tetap menemuiku diam – diam. Aku pun akan menelan perasaanku dengan diam. For the last :
My beloved D,
Happy anniversary with God in His Kingdom. I miss you so badly. Love you to the heaven and back.
Your (always be) little daughter
@Cezza13