WhatsApp (WA).
Aplikasi yang sudah membumi bagi manusia yang melek (setengah melek) teknologi. Salah satu fiturnya yang membuat saya tidak nyaman belakangan ini adalah group WA. Bukan salah aplikasinya. Saya percaya pendiri WA, Jan Koum dan Brian Acton, sudah merancang WA sedemikian rupa untuk kemaslahatan bersama.
Namun pada akhirnya, banyak pengguna yang membuat group WA kurang efisien. Group WA, rata - rata berisikan :
- Ucapan selamat pagi, selamat siang, selamat malam, selamat ulang tahun, selamat makan (Anugerah bagi jomblo - jomblo di pojokan)
- Broadcast pesan/gambar/video (Bikin jomblo nangis di pojokan karena kehabisan kuota)
- Ajang pamer kesibukan masing - masing, (lagi - lagi) melalui foto/video
- Etc, Etc, Etc
Saya pernah memiliki lebih dari 20 group WA. Memang bukan angka yang fantastis karena saya sadar bukan seorang selebritis. Namun, bagi seorang manusia biasa yang "kurang lincah" seperti saya, jumlah tersebut membuat geleng - geleng kepala. Pada akhirnya, saya sering memilih untuk mengacuhkan group - group WA tersebut dan hanya membalas pesan melalui chat pribadi. Apakah selesai sampai di situ?
Saya merasa risih juga melihat notif chat yang begitu banyak. Terpaksa harus dibuka juga. Sesekali harus cek isi chat di dalam group, barangkali ada info yang penting. Maklum, saya masih sadar sebagai makhluk sosial yang tergabung dalam beberapa komunitas.
Kesel?
Iya.
Muak?
Iya.
Bayangkan jika saya harus cek semua chat di dalam group WA, ditambah lagi membalas chat - chat di luar group, atau sekedar memberi ucapan sluman slumun selamet tadi. Bisa jadi, lebih dari 1/2 dari hari saya habis hanya untuk berinteraksi dalam 1 aplikasi. No Way !
Bagaimana menyikapi fenomena tersebut?
1. Pilih group yang crusial untuk ditinggalkan.
Contoh : group keluarga dan pekerjaan
2. Apabila memerlukan group WA untuk mempermudah komunikasi dalam rangka running project, sebaiknya ditegaskan masa berlaku group dan segera membubarkan group setelah project selesai.
3. Be dare to leave.
Untuk group yang tidak sedang "on", tinggalkan. Jangan takut untuk menyortir. Ingat, akan selalu ada like dan dislike, but it's okay.
4. Untuk group yang bisa diacuhkan sejenak, pilih mode silent.
Selagi menulis postingan ini, saya mendapat undangan masuk ke dalam group salah satu keluarga (yang kesekian). Saya jadi berpikir untuk membuat group Adam dan Hawa, supaya saya bisa mendelete semua group WA yang lainnya. How do you think, Readers?
@Cezza13
Aplikasi yang sudah membumi bagi manusia yang melek (setengah melek) teknologi. Salah satu fiturnya yang membuat saya tidak nyaman belakangan ini adalah group WA. Bukan salah aplikasinya. Saya percaya pendiri WA, Jan Koum dan Brian Acton, sudah merancang WA sedemikian rupa untuk kemaslahatan bersama.
Namun pada akhirnya, banyak pengguna yang membuat group WA kurang efisien. Group WA, rata - rata berisikan :
- Ucapan selamat pagi, selamat siang, selamat malam, selamat ulang tahun, selamat makan (Anugerah bagi jomblo - jomblo di pojokan)
- Broadcast pesan/gambar/video (Bikin jomblo nangis di pojokan karena kehabisan kuota)
- Ajang pamer kesibukan masing - masing, (lagi - lagi) melalui foto/video
- Etc, Etc, Etc
Saya pernah memiliki lebih dari 20 group WA. Memang bukan angka yang fantastis karena saya sadar bukan seorang selebritis. Namun, bagi seorang manusia biasa yang "kurang lincah" seperti saya, jumlah tersebut membuat geleng - geleng kepala. Pada akhirnya, saya sering memilih untuk mengacuhkan group - group WA tersebut dan hanya membalas pesan melalui chat pribadi. Apakah selesai sampai di situ?
Saya merasa risih juga melihat notif chat yang begitu banyak. Terpaksa harus dibuka juga. Sesekali harus cek isi chat di dalam group, barangkali ada info yang penting. Maklum, saya masih sadar sebagai makhluk sosial yang tergabung dalam beberapa komunitas.
Kesel?
Iya.
Muak?
Iya.
Bayangkan jika saya harus cek semua chat di dalam group WA, ditambah lagi membalas chat - chat di luar group, atau sekedar memberi ucapan sluman slumun selamet tadi. Bisa jadi, lebih dari 1/2 dari hari saya habis hanya untuk berinteraksi dalam 1 aplikasi. No Way !
Bagaimana menyikapi fenomena tersebut?
1. Pilih group yang crusial untuk ditinggalkan.
Contoh : group keluarga dan pekerjaan
2. Apabila memerlukan group WA untuk mempermudah komunikasi dalam rangka running project, sebaiknya ditegaskan masa berlaku group dan segera membubarkan group setelah project selesai.
3. Be dare to leave.
Untuk group yang tidak sedang "on", tinggalkan. Jangan takut untuk menyortir. Ingat, akan selalu ada like dan dislike, but it's okay.
4. Untuk group yang bisa diacuhkan sejenak, pilih mode silent.
Selagi menulis postingan ini, saya mendapat undangan masuk ke dalam group salah satu keluarga (yang kesekian). Saya jadi berpikir untuk membuat group Adam dan Hawa, supaya saya bisa mendelete semua group WA yang lainnya. How do you think, Readers?
@Cezza13