Dear Jude,
Hari ini aku resmi resign. Ingat ya, aku resign bukan karena tidak mampu. Hanya saja aku mulai berpikir tentang passion. Untuk apa bekerja jika tidak sesuai dengan passion? I’m out of comfort zone. I bet if you still be my best friend, you’ll angry and bla...bla..bla... Hahaha, kamu ini seperti cewek, bawel. Berapa jam waktu yang kamu perlukan untuk ceramah? Perlu aku siapkan podium dan speaker?
Jude, aku tidak tahu apa yang akan kulakukan selanjutnya. Sekedar mengikuti intuisi. Aku yakin semesta tidak gagu.
Aku meremas kertas di tangan. It’s stupid thing. Aku tersenyum kecut. Masih saja Jude menjadi orang pertama yang ingin kuberitahu tentang perkembangan hidupku. Semesta, sadarkan aku, Jude sudah pergi.
Tiba – tiba aku merasakan seperti ada angin yang bergetar dari arah pintu masuk Gua Maria. Beberapa orang masuk secara bersamaan dan membawa bunga. Sekilas melihat ada sekitar tujuh orang di sana. Seberkas sinar menarik perhatianku. Aku melihat ke arah masuknya orang – orang tadi. Ya, tepat di sana. Seorang laki – laki dengan kemeja biru muda melangkah ke deretan bangku, satu baris di belakangku. Aku yakin bukan warna bajunya yang membuat dia terlihat menonjol. Bukan juga perawakannya yang tinggi. Memang ada sesuatu tadi di sana yang membuat intensitasku terikat pada sosok ini.
Aku mendengar suara di belakangku bercakap – cakap pelan. Sudah bisa dipastikan salah satu pemilik suara itu adalah laki – laki tadi.
“Berdoalah penuh keyakinan. Serahkan setiap masalahmu.” Suara yang tenang terasa begitu dekat di telingaku. Hanya saja kalimat itu bukan untukku.
“Apa kamu percaya ini akan berhasil?” Suara lain berbisik. Ragu.
“Dimana imanmu?” Sebuah suara berbicara lagi. Dan aku yakin inilah suara laki – laki tadi.
Sekitar sepuluh menit kemudian tempat doa ini menjadi hening. Aku hanya menatap ke arah patung Bunda Maria sambil membuka buku catatanku. Menulis permenungan yang kudapat. Berusaha mengalihkan keinginanku untuk menoleh dan berkata kepada laki – laki tadi : What’s kind of the light from your body? Terdengar terlalu menakutkan jika kita mengistilahkan cahaya yang keluar dari tubuh. Lantas magnet apa yang menarik intensitasku tadi? Kenapa dari tujuh orang yang masuk aku hanya melihat satu sosok ini?
Siapa kamu,
Tubuh yang memancarkan cahaya,
Menarik intensitas untuk bertanya
“Apa yang kamu rasakan?” Suara tenang itu memecah kesunyian.
Kegamangan. Aku menjawab dalam hati atas pertanyaan yang tidak ditujukan untukku.
“Aku bingung, Luke.” Suasana hening sebentar.
“Apa yang membuatmu bingung lagi?” Suara tenang yang bernama Luke itu kembali bertanya.
Bingung karena tiba – tiba kau menyambar energiku. Siapa kamu?
“Biaya kos gue naik 20% bulan depan. Satu setengah juta itu jumlah yang cukup besar, Luke. Sementara gue harus menafkahi bini yang hobinya foya – foya doang. Setiap hari bini gue ribut terus gara – gara masalah duit. Setoran buat dia kurang. Dia nggak mau ngerti. Dia malah nuduh gue boros karena maen cewek. Puyeng gue.”
“Besok aku kenalin kamu dengan salah satu pengusaha properti. Semoga dia bisa jadi clientmu. Oke, bro, keep it calm.” Luke mencoba menasehati.
What? You said keep it calm? How I could be calm if your light always make my mind need to know : Who are you?
Aku menyibukkan diri menulis di kertas. Berusaha keras meredam otakku agar tidak menyambar setiap pertanyaan dari Luke. Menuangkan ide yang tiba – tiba berselancar dengan riangnya.
“Maaf, boleh pinjam penanya sebentar?”
Aku melonjak kaget. Suara tenang itu tiba – tiba berada di depanku. Dia ikut kaget. Satu detik, dua detik, tiga detik, aku hanya speachless. Entah detik keberapa dia tersenyum dan mengendalikan keadaan. Mengulang pertanyaan yang menghipnotisku untuk menyerahkan bolpoin.
“Ini nomor telepon Pak Ibrahim. Besok kamu coba call dia ya.” Luke menjelaskan.
“Oke, Luke. Thanks a lot ya. Sorry gue duluan ya.”
“Oke.” Luke menepuk pundak temannya. Setelah temannya pergi dia menoleh ke arahku dan tersenyum.
“Ini penanya. Sorry banget udah bikin kaget.” Luke mengulurkan penaku sambil melihat ke arah kertas yang kupegang.
“Suka nulis ya?” Dia bertanya dengan ekspresi surprise. Aku hanya mengangguk dan tersenyum sekilas.
“Itu udah selesai belum?” Tanyanya sambil menunjuk kertas yang aku pegang.
“Udah sih. Belum. Eh, maksudnya, udah nggak tahu harus nulis apalagi. Paling Cuma finishing aja.” Aku gugup.
“Boleh aku baca?” Luke tampak antusias. Aku diam. Bingung.
“Sorry, kalau lancang. Hahaha. Aku suka baca aja. So..” Dia menjadi salah tingkah.
“Oh ini kalau mau baca.” Reflek aku mengulurkan kertas di tanganku karena tidak ingin membuat dia merasa tidak enak. Alasan konyol. Berikutnya seluruh tubuhku mengutuki otak yang mulai bekerja tidak sinkron.
Luke duduk di sampingku. Dia serius membaca tulisanku. Baru dua menit dia melipat kertasku.
“Aku tertarik sama tulisan kamu, tapi boleh kita baca di tempat lain? Ini tempat doa, jadi agak kurang...”
Aku mengangguk tanpa menunggu dia menyelesaikan kalimat. Kami menuju piza cafe di seberang Gereja. Sengaja mengambil tempat duduk di luar. Dia melanjutkan membaca tulisanku sambil sesekali tertawa sendiri. Aku heran, bagaimana dia bisa terlihat seperti masuk ke dalam cerita itu. Tidak mempedulikan aku. Tidak mempedulikan tempat dia berada saat ini.
Dia mencondongkan badannya ke arahku dan mulai membaca tulisanku dengan bersuara :
20% ABSURD
Senja ini absurd.
Pukul 18.15 WIB baru menginjakkan kaki di keraton penuh keheningan itu absurd.
Pulang lewat hampir 2 jam dari end of office hour, dengan kondisi sedang tidak banyak kerjaan pastilah absurd.
Hanya saja ada definisi lain dari keabsurdan hari ini, yaitu secarik kertas yang ditempel di meja makan :
PENGUMUMAN
KEPADA PARA PENYEWA KOS, KAMI BERITAHUKAN BAHWA MULAI BULAN OKTOBER 2012 AKAN ADA KENAIKAN HARGA KOS SEBESAR 20% DAN HARGA MENGINAP NAIK SEBESAR RP 15.000,-
TERIMAKASIH
LIANG
Aku hening. Perut yang berontak ingin melahap rendang mendadak ikutan hening. Aku terpaku dengan tulisan super absurd itu. Speachless, mindless, muless, maless karena gaji bakalan ambless untuk keabsurdan ini.
Aku : ‘Perut, bagaimana nasib kita selanjutnya nih? Aku makin susah kasih jatah buat kamu.’
Perut : ‘Aku juga susah menjelaskan ini semua ke semua organ tubuh bagian dalam.’
Aku dan perut berpelukan di bawah hujan sambil mewek. Persahabatan yang mengharukan.
Absurd.
Why? Mari kita bahas pelan –pelan.
1. Pengumuman.
What??? Pengumuman?? Itu lebih cocok diberi judul “shock therapy 2012” yang membuat jantung mulai kehilangan kontrol. Judul lain mungkin “April Mop” karena aku sempat kelabakan mengingat bulan apa ini. Hanya penyesalan yang aku dapatkan setelah sadar ini bulan Oktober 2012. Ah, kenapa di saat seperti ini aku sangat berharap ini adalah April Mop?
2. Kepada para penyewa kos.
It’s means aku di dalamnya. A-K-U. Jadi itu ditujukan ke aku juga? Aku juga kena? Aku, si penghuni kos 5 tahun lamanya. Aku, salah satu sesepuh di sini. Aku, anak kos yang selalu on time bayar kos, gak pernah lewat dari tanggal 7 setiap bulannya. Loyalitasku tidak dinilai? Jadi cukup sampai di sini nih? Oh, I can’t believe it. Dare you !
3. Kenaikan harga kos 20%
20% itu berapa sih?
20/100?
20 dibagi 100 kan?
0,2 kan?
Cermati ini :
Kamar kosku harga sewanya Rp 1.500.000/bulan, charge TV Rp 30.000/bulan. Pemilik kos memutuskan menaikkan harga kos pada bulan Oktober 2012 sebesar 20%, maka berapa harga sewa kos all in yang harus aku bayarkan tiap bulannya?
Jawabannya : MAHALLLLLLLLL.
4. Terimakasih.
Seharusnya yang menulis pengumuman itu tidak perlu mengucapkan terimakasih. Segala sesuatunya telah diputuskan, bukan? Jangan ada kebasa-basian di antara kita (apalagi di antara nasi dan rendang sebagai menu makan malamku). Akulah orang yang seharusnya menuliskan kata terimakasih atas keabsurdan ini.
5. Liang.
Actually, I don’t care with your name Madam. Liang teh kek, Liang bendera kek, Liang bolong kek. Serius nggak peduli.
Mengeja nama Li-ang membuat aku pengen melakukan adegan di film Bencong Main Serong.
Aku : “ Tega kamu Cong...”
Bencong : “Kenapa ciiinnnn??” (Tangannya mencolek pipiku)
Aku : “Kenapa kamu main seroooonggggg???”
(Emosiku mulai tumbuh dengan suburnya, nada bicara seolah tidak terima)
Bencong : “Ma..maafin eike...”
(Muka menunduk sedih sambil mengusap ingus dengan sapu tangan warna ungu tua, tangisnya tertahan)
Bencong : “..eike tergoda ciiiinnn...doski terlalu cucok ciinnn..”
(mulai nangis kenceng)
Aku : “Tapi kenapa kamu serong sama lekong berondong sambil naik odong – odong, pakai acara suap – suapan lontong. Sakiiiitttt Cong...sakiiiitttt...itu lontong aku beli dari hasil ngumpulin duit tiga bulan, sekarang ludes kamu habisin sama tuh lekong.”
Bencong : -hening-
Epilog : Dan sejak detik itu aku dan Bencong sepakat untuk putus dan membagi harta gono gini berupa karung goni yang pernah kita pakai untuk lomba 17-an di kampung si Bencong.
Jari jemari rasanya ingin berlomba mencari secarik kertas buat ditempelin di bawah pengumuman itu, mungkin lebih unyu lagi kalau warnanya pink dengan spidol warna gold. Begini mungkin tulisan yang ingin aku buat :
CURAHAN HATI ANAK KOS KONYOL
Dear Madam Liang dan segala antek – anteknya,
Menanggapi surat yang Madam tempel pada tanggal 3 September 2012, saya selaku anak kos konyol ingin mencurahkan perasaan dengan segenap jiwa dan raga.
Madam, bukankah panjang jalan yang telah kita lewati? Sampai tidak terasa sudah lima tahun kita bersama. Sungguh saya sangat terkesan dengan hubungan yang spesial ini. Betapa tidak? Kita sama – sama sudah menaruh kepercayaan walaupun tidak pernah bersua. Hanya nomor – nomor rekening yang selama ini menyatukan perasaan kita yang selalu bergemuruh setiap awal bulan. Saya tahu, Madam selalu berbinar – binar setiap menerima pesan dari saya melalui angka – angka di rekening Madam. Itu salah satu bentuk keikhlasan saya untuk Madam, walaupun hati saya bergejolak melepas beberapa bagian dari isi rekening. Sungguh indah bukan hubungan kita?
Sekarang, hanya karena pihak ketiga, hubungan yang indah ini menjadi retak. Katakan sejujurnya Madam, siapa mereka? BBM? Sembako? Tarif Listrik? PAM?
Madam, selagi masih ada waktu, saya ingin memperbaiki keretakan ini. Turunkan standar harga sewamu. Jika tidak...ah...saya tidak sanggup mengatakannya, karena jika tidak...ah sudahlah.
Tanpa terimakasih
(Anak kos yang sedang gundah)
Aku melepas nafas yang sedari tertahan melalui dubur. Ah, bunyinya klasik dan sedikit melambai. Kentce namanya, artinya kentut sok kece. Suaranya seperti bunyi peluit : tuiiiiiuutt.
Aku kembali mengeja pengumuman di meja makan. Ini serius ya? Aku mengirimkan SMS ke beberapa teman kos yang belum pulang. Mencari pendukung yang merasa senasib denganku. Aku hanya tertawa geli membayangkan reaksi mereka yang sedang di jalan.
Guys, harga kos naik 20% nih.
Pesan singkat yang pasti menimbulkan reaksi yang tidak singkat. Nyokap pun tidak luput mendapat kiriman SMSku :
Aku : Harga kos naik 20%. Bingung.
Nyokap : Pindah aja..
Aku : Pindah ke kolong jembatan?
Nyokap : Ya kalau di situ memang masih ada tempat ya nggak apa – apa.
See? Absurd.
Aku belum ada planning apa – apa setelah keabsurdan ini. Entah bertahan, entah menyerah dan hengkang. Sisi hati mengatakan mungkin ini proses seleksi alam atau mungkin lebih mudah dicerna jika disebut pengusiran halus. Pastinya, ini menjawab feeling yang muncul minggu kemarin : Packing sebagian isi kamar dan kirim balik ke Afrika. Feeling yang belum aku turuti karena aku tidak tahu dimana Afrika itu berada.
Ah, aku jadi merasa betapa berartinya tempat yang pernah aku benci ini. Lima tahun merupakan waktu yang cukup untuk melukis setiap tempat ini dengan kenangan. Tempat pertama kali aku belajar memasak. Tempat aku pingsan untuk pertama kalinya dan semoga itu menjadi yang terakhir. Tempat hadirnya surprise – surprise dalam hidupku.
Meja makan yang pernah menjadi tahtaku dalam berkutat dengan pekerjaan dan stand sesi curhat anak – anak kos. Balkon, tempat permenungan dan dikumandangkannya sebuah lagu “Betelguese Song” di hari ulang tahunku. Toilet, tempat inspiratif dengan showernya yang mendinginkan emosiku.
Aku jadi kangen dengan suasana di sekitar Pelenam Residence ini. Dunkin Donuts di perempatan. Indomaret, gudang cemilanku. ATM BCA yang sering error. Pasar tradisional Pelenam yang sudah berbulan – bulan tidak aku jamah. Apotek yang menjadi kotak P3K. Too much to remember.
Senin yang absurd itu kalau pulang kerja dan mendapati pengumuman di meja makan bahwa harga sewa kos naik 20 %. Rasanya kaya nyeberang Samudera Atlantik pakai tali rafia.
Dia tertawa. Entah kenapa aku bahagia, melihatnya bahagia.
(written : 10 Okt 2013)
@Cezza13
Hari ini aku resmi resign. Ingat ya, aku resign bukan karena tidak mampu. Hanya saja aku mulai berpikir tentang passion. Untuk apa bekerja jika tidak sesuai dengan passion? I’m out of comfort zone. I bet if you still be my best friend, you’ll angry and bla...bla..bla... Hahaha, kamu ini seperti cewek, bawel. Berapa jam waktu yang kamu perlukan untuk ceramah? Perlu aku siapkan podium dan speaker?
Jude, aku tidak tahu apa yang akan kulakukan selanjutnya. Sekedar mengikuti intuisi. Aku yakin semesta tidak gagu.
Aku meremas kertas di tangan. It’s stupid thing. Aku tersenyum kecut. Masih saja Jude menjadi orang pertama yang ingin kuberitahu tentang perkembangan hidupku. Semesta, sadarkan aku, Jude sudah pergi.
Tiba – tiba aku merasakan seperti ada angin yang bergetar dari arah pintu masuk Gua Maria. Beberapa orang masuk secara bersamaan dan membawa bunga. Sekilas melihat ada sekitar tujuh orang di sana. Seberkas sinar menarik perhatianku. Aku melihat ke arah masuknya orang – orang tadi. Ya, tepat di sana. Seorang laki – laki dengan kemeja biru muda melangkah ke deretan bangku, satu baris di belakangku. Aku yakin bukan warna bajunya yang membuat dia terlihat menonjol. Bukan juga perawakannya yang tinggi. Memang ada sesuatu tadi di sana yang membuat intensitasku terikat pada sosok ini.
Aku mendengar suara di belakangku bercakap – cakap pelan. Sudah bisa dipastikan salah satu pemilik suara itu adalah laki – laki tadi.
“Berdoalah penuh keyakinan. Serahkan setiap masalahmu.” Suara yang tenang terasa begitu dekat di telingaku. Hanya saja kalimat itu bukan untukku.
“Apa kamu percaya ini akan berhasil?” Suara lain berbisik. Ragu.
“Dimana imanmu?” Sebuah suara berbicara lagi. Dan aku yakin inilah suara laki – laki tadi.
Sekitar sepuluh menit kemudian tempat doa ini menjadi hening. Aku hanya menatap ke arah patung Bunda Maria sambil membuka buku catatanku. Menulis permenungan yang kudapat. Berusaha mengalihkan keinginanku untuk menoleh dan berkata kepada laki – laki tadi : What’s kind of the light from your body? Terdengar terlalu menakutkan jika kita mengistilahkan cahaya yang keluar dari tubuh. Lantas magnet apa yang menarik intensitasku tadi? Kenapa dari tujuh orang yang masuk aku hanya melihat satu sosok ini?
Siapa kamu,
Tubuh yang memancarkan cahaya,
Menarik intensitas untuk bertanya
“Apa yang kamu rasakan?” Suara tenang itu memecah kesunyian.
Kegamangan. Aku menjawab dalam hati atas pertanyaan yang tidak ditujukan untukku.
“Aku bingung, Luke.” Suasana hening sebentar.
“Apa yang membuatmu bingung lagi?” Suara tenang yang bernama Luke itu kembali bertanya.
Bingung karena tiba – tiba kau menyambar energiku. Siapa kamu?
“Biaya kos gue naik 20% bulan depan. Satu setengah juta itu jumlah yang cukup besar, Luke. Sementara gue harus menafkahi bini yang hobinya foya – foya doang. Setiap hari bini gue ribut terus gara – gara masalah duit. Setoran buat dia kurang. Dia nggak mau ngerti. Dia malah nuduh gue boros karena maen cewek. Puyeng gue.”
“Besok aku kenalin kamu dengan salah satu pengusaha properti. Semoga dia bisa jadi clientmu. Oke, bro, keep it calm.” Luke mencoba menasehati.
What? You said keep it calm? How I could be calm if your light always make my mind need to know : Who are you?
Aku menyibukkan diri menulis di kertas. Berusaha keras meredam otakku agar tidak menyambar setiap pertanyaan dari Luke. Menuangkan ide yang tiba – tiba berselancar dengan riangnya.
“Maaf, boleh pinjam penanya sebentar?”
Aku melonjak kaget. Suara tenang itu tiba – tiba berada di depanku. Dia ikut kaget. Satu detik, dua detik, tiga detik, aku hanya speachless. Entah detik keberapa dia tersenyum dan mengendalikan keadaan. Mengulang pertanyaan yang menghipnotisku untuk menyerahkan bolpoin.
“Ini nomor telepon Pak Ibrahim. Besok kamu coba call dia ya.” Luke menjelaskan.
“Oke, Luke. Thanks a lot ya. Sorry gue duluan ya.”
“Oke.” Luke menepuk pundak temannya. Setelah temannya pergi dia menoleh ke arahku dan tersenyum.
“Ini penanya. Sorry banget udah bikin kaget.” Luke mengulurkan penaku sambil melihat ke arah kertas yang kupegang.
“Suka nulis ya?” Dia bertanya dengan ekspresi surprise. Aku hanya mengangguk dan tersenyum sekilas.
“Itu udah selesai belum?” Tanyanya sambil menunjuk kertas yang aku pegang.
“Udah sih. Belum. Eh, maksudnya, udah nggak tahu harus nulis apalagi. Paling Cuma finishing aja.” Aku gugup.
“Boleh aku baca?” Luke tampak antusias. Aku diam. Bingung.
“Sorry, kalau lancang. Hahaha. Aku suka baca aja. So..” Dia menjadi salah tingkah.
“Oh ini kalau mau baca.” Reflek aku mengulurkan kertas di tanganku karena tidak ingin membuat dia merasa tidak enak. Alasan konyol. Berikutnya seluruh tubuhku mengutuki otak yang mulai bekerja tidak sinkron.
Luke duduk di sampingku. Dia serius membaca tulisanku. Baru dua menit dia melipat kertasku.
“Aku tertarik sama tulisan kamu, tapi boleh kita baca di tempat lain? Ini tempat doa, jadi agak kurang...”
Aku mengangguk tanpa menunggu dia menyelesaikan kalimat. Kami menuju piza cafe di seberang Gereja. Sengaja mengambil tempat duduk di luar. Dia melanjutkan membaca tulisanku sambil sesekali tertawa sendiri. Aku heran, bagaimana dia bisa terlihat seperti masuk ke dalam cerita itu. Tidak mempedulikan aku. Tidak mempedulikan tempat dia berada saat ini.
Dia mencondongkan badannya ke arahku dan mulai membaca tulisanku dengan bersuara :
20% ABSURD
Senja ini absurd.
Pukul 18.15 WIB baru menginjakkan kaki di keraton penuh keheningan itu absurd.
Pulang lewat hampir 2 jam dari end of office hour, dengan kondisi sedang tidak banyak kerjaan pastilah absurd.
Hanya saja ada definisi lain dari keabsurdan hari ini, yaitu secarik kertas yang ditempel di meja makan :
PENGUMUMAN
KEPADA PARA PENYEWA KOS, KAMI BERITAHUKAN BAHWA MULAI BULAN OKTOBER 2012 AKAN ADA KENAIKAN HARGA KOS SEBESAR 20% DAN HARGA MENGINAP NAIK SEBESAR RP 15.000,-
TERIMAKASIH
LIANG
Aku hening. Perut yang berontak ingin melahap rendang mendadak ikutan hening. Aku terpaku dengan tulisan super absurd itu. Speachless, mindless, muless, maless karena gaji bakalan ambless untuk keabsurdan ini.
Aku : ‘Perut, bagaimana nasib kita selanjutnya nih? Aku makin susah kasih jatah buat kamu.’
Perut : ‘Aku juga susah menjelaskan ini semua ke semua organ tubuh bagian dalam.’
Aku dan perut berpelukan di bawah hujan sambil mewek. Persahabatan yang mengharukan.
Absurd.
Why? Mari kita bahas pelan –pelan.
1. Pengumuman.
What??? Pengumuman?? Itu lebih cocok diberi judul “shock therapy 2012” yang membuat jantung mulai kehilangan kontrol. Judul lain mungkin “April Mop” karena aku sempat kelabakan mengingat bulan apa ini. Hanya penyesalan yang aku dapatkan setelah sadar ini bulan Oktober 2012. Ah, kenapa di saat seperti ini aku sangat berharap ini adalah April Mop?
2. Kepada para penyewa kos.
It’s means aku di dalamnya. A-K-U. Jadi itu ditujukan ke aku juga? Aku juga kena? Aku, si penghuni kos 5 tahun lamanya. Aku, salah satu sesepuh di sini. Aku, anak kos yang selalu on time bayar kos, gak pernah lewat dari tanggal 7 setiap bulannya. Loyalitasku tidak dinilai? Jadi cukup sampai di sini nih? Oh, I can’t believe it. Dare you !
3. Kenaikan harga kos 20%
20% itu berapa sih?
20/100?
20 dibagi 100 kan?
0,2 kan?
Cermati ini :
Kamar kosku harga sewanya Rp 1.500.000/bulan, charge TV Rp 30.000/bulan. Pemilik kos memutuskan menaikkan harga kos pada bulan Oktober 2012 sebesar 20%, maka berapa harga sewa kos all in yang harus aku bayarkan tiap bulannya?
Jawabannya : MAHALLLLLLLLL.
4. Terimakasih.
Seharusnya yang menulis pengumuman itu tidak perlu mengucapkan terimakasih. Segala sesuatunya telah diputuskan, bukan? Jangan ada kebasa-basian di antara kita (apalagi di antara nasi dan rendang sebagai menu makan malamku). Akulah orang yang seharusnya menuliskan kata terimakasih atas keabsurdan ini.
5. Liang.
Actually, I don’t care with your name Madam. Liang teh kek, Liang bendera kek, Liang bolong kek. Serius nggak peduli.
Mengeja nama Li-ang membuat aku pengen melakukan adegan di film Bencong Main Serong.
Aku : “ Tega kamu Cong...”
Bencong : “Kenapa ciiinnnn??” (Tangannya mencolek pipiku)
Aku : “Kenapa kamu main seroooonggggg???”
(Emosiku mulai tumbuh dengan suburnya, nada bicara seolah tidak terima)
Bencong : “Ma..maafin eike...”
(Muka menunduk sedih sambil mengusap ingus dengan sapu tangan warna ungu tua, tangisnya tertahan)
Bencong : “..eike tergoda ciiiinnn...doski terlalu cucok ciinnn..”
(mulai nangis kenceng)
Aku : “Tapi kenapa kamu serong sama lekong berondong sambil naik odong – odong, pakai acara suap – suapan lontong. Sakiiiitttt Cong...sakiiiitttt...itu lontong aku beli dari hasil ngumpulin duit tiga bulan, sekarang ludes kamu habisin sama tuh lekong.”
Bencong : -hening-
Epilog : Dan sejak detik itu aku dan Bencong sepakat untuk putus dan membagi harta gono gini berupa karung goni yang pernah kita pakai untuk lomba 17-an di kampung si Bencong.
Jari jemari rasanya ingin berlomba mencari secarik kertas buat ditempelin di bawah pengumuman itu, mungkin lebih unyu lagi kalau warnanya pink dengan spidol warna gold. Begini mungkin tulisan yang ingin aku buat :
CURAHAN HATI ANAK KOS KONYOL
Dear Madam Liang dan segala antek – anteknya,
Menanggapi surat yang Madam tempel pada tanggal 3 September 2012, saya selaku anak kos konyol ingin mencurahkan perasaan dengan segenap jiwa dan raga.
Madam, bukankah panjang jalan yang telah kita lewati? Sampai tidak terasa sudah lima tahun kita bersama. Sungguh saya sangat terkesan dengan hubungan yang spesial ini. Betapa tidak? Kita sama – sama sudah menaruh kepercayaan walaupun tidak pernah bersua. Hanya nomor – nomor rekening yang selama ini menyatukan perasaan kita yang selalu bergemuruh setiap awal bulan. Saya tahu, Madam selalu berbinar – binar setiap menerima pesan dari saya melalui angka – angka di rekening Madam. Itu salah satu bentuk keikhlasan saya untuk Madam, walaupun hati saya bergejolak melepas beberapa bagian dari isi rekening. Sungguh indah bukan hubungan kita?
Sekarang, hanya karena pihak ketiga, hubungan yang indah ini menjadi retak. Katakan sejujurnya Madam, siapa mereka? BBM? Sembako? Tarif Listrik? PAM?
Madam, selagi masih ada waktu, saya ingin memperbaiki keretakan ini. Turunkan standar harga sewamu. Jika tidak...ah...saya tidak sanggup mengatakannya, karena jika tidak...ah sudahlah.
Tanpa terimakasih
(Anak kos yang sedang gundah)
Aku melepas nafas yang sedari tertahan melalui dubur. Ah, bunyinya klasik dan sedikit melambai. Kentce namanya, artinya kentut sok kece. Suaranya seperti bunyi peluit : tuiiiiiuutt.
Aku kembali mengeja pengumuman di meja makan. Ini serius ya? Aku mengirimkan SMS ke beberapa teman kos yang belum pulang. Mencari pendukung yang merasa senasib denganku. Aku hanya tertawa geli membayangkan reaksi mereka yang sedang di jalan.
Guys, harga kos naik 20% nih.
Pesan singkat yang pasti menimbulkan reaksi yang tidak singkat. Nyokap pun tidak luput mendapat kiriman SMSku :
Aku : Harga kos naik 20%. Bingung.
Nyokap : Pindah aja..
Aku : Pindah ke kolong jembatan?
Nyokap : Ya kalau di situ memang masih ada tempat ya nggak apa – apa.
See? Absurd.
Aku belum ada planning apa – apa setelah keabsurdan ini. Entah bertahan, entah menyerah dan hengkang. Sisi hati mengatakan mungkin ini proses seleksi alam atau mungkin lebih mudah dicerna jika disebut pengusiran halus. Pastinya, ini menjawab feeling yang muncul minggu kemarin : Packing sebagian isi kamar dan kirim balik ke Afrika. Feeling yang belum aku turuti karena aku tidak tahu dimana Afrika itu berada.
Ah, aku jadi merasa betapa berartinya tempat yang pernah aku benci ini. Lima tahun merupakan waktu yang cukup untuk melukis setiap tempat ini dengan kenangan. Tempat pertama kali aku belajar memasak. Tempat aku pingsan untuk pertama kalinya dan semoga itu menjadi yang terakhir. Tempat hadirnya surprise – surprise dalam hidupku.
Meja makan yang pernah menjadi tahtaku dalam berkutat dengan pekerjaan dan stand sesi curhat anak – anak kos. Balkon, tempat permenungan dan dikumandangkannya sebuah lagu “Betelguese Song” di hari ulang tahunku. Toilet, tempat inspiratif dengan showernya yang mendinginkan emosiku.
Aku jadi kangen dengan suasana di sekitar Pelenam Residence ini. Dunkin Donuts di perempatan. Indomaret, gudang cemilanku. ATM BCA yang sering error. Pasar tradisional Pelenam yang sudah berbulan – bulan tidak aku jamah. Apotek yang menjadi kotak P3K. Too much to remember.
Senin yang absurd itu kalau pulang kerja dan mendapati pengumuman di meja makan bahwa harga sewa kos naik 20 %. Rasanya kaya nyeberang Samudera Atlantik pakai tali rafia.
Dia tertawa. Entah kenapa aku bahagia, melihatnya bahagia.
(written : 10 Okt 2013)
@Cezza13