Senin terlalu crowded untuk main angry bird, but I do. Setumpuk laporan tidak aku sentuh sama sekali sejak aku duduk di meja kerja, tepatnya satu jam yang lalu. I am alien who’s so last year if I addicted with this game just now.
‘Ting tong...you’ve got mail...’
Penanda email masuk di ponselku berbunyi. Aku menarik nafas panjang dan berdiri. Meregangkan kaki dan tangan, kemudian menguap.
“Ahhh, so sleepy and overtiredness....” Keluhku pelan.
“Heh, masih kurang tidur semalam? Makanya kalau malam jangan begadang. Niat kerja nggak?” Vava, managerku, menegur. Aku tersenyum kecut.
“Final report payment, absensi karyawan, iklan, website, MO...u...”
Aku tercekat dengan kata terakhir. MOU. .........
“Alexa, telepon ya.“ Hera bersuara dari ujung meja, dilanjutkan line telepon di depanku berbunyi. Detak jantung mendadak meningkat tanpa dikomando.
“Halo, good morning, Alexa speaking !”
“Pagi Alexa, ini Pak Tian. Bagaimana dengan MOUnya? Surat – surat perusahaannya apa sudah selesai diperpanjang? Ini sudah hampir satu bulan lho, harusnya sudah beres.“ Suara di seberang menyerang. Otot – otot syaraf menegang, mata berkedip cepat, tangan lemas, nafas tidak karuan. Akh, It’s too early to be stress, my body.
“Halo Pak Tian. Apa kabar? Duh, pagi – pagi sudah telepon, semangat banget ya.” Aku mencoba berbasa – basi.
“Iya, soalnya kan bagian legal di kantor saya sudah menanyakan mengenai surat – surat perusahaannya. Ini sudah satu bulan, bagaimana perkembangan pengurusannya? Kalau tidak selesai – selesai, nanti deposit juga mundur. Repot tha?” Nada suara Pak Tian mulai amburadul, tinggi – rendah campur aduk dengan aksen Jawa Timurnya.
“Saya push hari ini ya Pak. Saya juga maunya cepat Pak, tapi ya bagaimana lagi, kita kan terbentur birokrasi. Ini di luar kuasa saya Pak.”
“Kasih duit sajalah pegawainya, nanti cepat itu prosesnya. Nggak ada duit ya nggak bakal dikerjain. Kita kan harus jeli melihat kondisi. Pemerintahan sekarang ini dikit – dikit duit kok non. Hahaha...” Dia tertawa terkekeh.
“Oh begitu ya Pak? Susah juga ya.”
“Ya nggak susah. Alexa bilang saja sama bossnya, minta duit buat mereka, pasti lancar. Urus surat – surat itu kan harusnya cepat. Kamu tolong push ya, biar duitnya juga cepat cair.”
“Oke Pak. Saya usahakan.”
“Oke. Selamat Pagi Xa.” Klik. Telepon ditutup. Ah...pekerjaan...
Tik..tik...
Dua kali jentikan jari di depan mata menggagalkan rencana melamunku. Bos berdiri di depan meja dengan ekspresi ‘nape lo? Diminta jadi bini kedua Haji Soleh?’. Aku menelan ludah sambil menatap balik bos dengan ekspresi ‘bukan Pak. Bininya Haji Soleh minta dikawinin sama saya. Dia rela saya madu.’
“Alexa, kamu kenapa? Ada masalah apa?” Bos akhirnya bertanya dengan bahasa manusia yang mudah dipahami. Aku tersentak.
“Surat – suratnya gimana Pak?”
“Aduhhhh...itu kantor kenapa sih mau kerjasama saja ribet. Urus surat – surat itu kan lama. Mahal lagi. Kamu bilang deh nggak usah pakai surat – surat.” Bos mulai senewen.
“Yaahh, Pak, mana bisa begitu, dia kan perusahaan asing, jadi dalam hal legalitas ketat. Perpanjang TDP kan cuma dua minggu Pak.”
“Kata notaris itu perlu waktu 3 bulan lho, soalnya harus rubah alamat juga. Itu nggak bisa cepat. Lagian banyak kok kantor yang nggak perpanjang TDPnya juga nggak masalah.” Bos mulai mengambil nada beberapa oktaf lebih tinggi.
“Pak, masalah kantor yang lain benar atau nggak, kan itu urusan mereka. Masa kita mau meniru hal yang salah.” Aku mulai kesal.
“Iya, aku tahu, tapi ini nggak bisa cepat dan biayanya mahal sekali. Aku males. Ribet !”
“Pak, tapi ini kan penting, suatu saat kita juga butuh TDP. Bagaimana kalau nanti kita mau mengadakan kontrak dengan perusahaan yang lebih besar? Kita pasti butuh ini Pak. Lagipula perpanjang surat ini kan kewajiban kita. Seperti halnya NPWP. Bapak tahu? Di Injil saja disebutkan lho : Berikan kepada kaisar apa yang menjadi hak kaisar dan kepada Tuhan apa yang menjadi hak Tuhan.” Aku menepuk jidat dan menggigit bibir. Aku berbicara sudah terlalu jauh. Mana ada karyawan menceramahi atasan? Bawa – bawa ayat Injil lagi.
“Ya udah nanti aku telepon notarisnya.”
Bossku masuk ruangan. Aku menghela nafas. Bukan lega karena he’ll do something, tapi lebih karena dia tidak marah dengan rentetan kalimatku barusan.
Aku menatap layar monitor. Membuka aplikasi Ms word. Satu halaman kosong warna putih. Aku tersenyum dan mulai memainkan alfabet di keyboard.
BIROCRAZY
Jika kebersihan adalah sebagian dari iman, maka ketaatan pada hukum merupakan salah satu bentuk implementasinya. Ketaatan pada hukum menunjukkan kredibilitas dan profesionalisme. Hukum dibuat bukan untuk dilanggar, diremehkan dan dilupakan. Hukum dibuat untuk mentertibkan kehidupan bermasyarakat terlebih untuk masyarakat yang majemuk seperti di negara kita ini.
Misalnya, syarat untuk memiliki SIM (Surat Ijin Mengemudi) minimal harus berusia 17 tahun. Awalnya tentu banyak pertimbangan sampai akhirnya pemerintah mengeluarkan kebijakan tersebut. Pada akhirnya beredar polemik di masyarakat. Mereka beranggapan aturan itu terlalu ribet dan mengada – ada. Hal tersebut memicu lahirnya para penjahat hukum yang sering disebut “calo”.
The simple thing that we made complicated. Let’s be honest, we loved drama queen. Sudah dibuat aturan sedemikian rupa, eh, kita memberontak. Pemerintah itu ibarat orang tua yang mematok aturan untuk kebaikan anak – anaknya. Kenapa kita tidak merasakan seperti itu? Yup, because we are children for the parents. Sama halnya anak – anak, merasa bahwa aturan itu sebuah belenggu, bukan bentuk kepedulian orang tua terhadap kita.
Jika mau jujur terhadap diri sendiri, sebenarnya penentangan terhadap hukum tersebut karena sifat “sok” yang melekat dalam diri kita. Untuk apa harus menunggu 17 tahun kalau di usia yang baru 15 tahun sudah bisa mengendarai motor/mobil? Bukankah syarat memiliki SIM seharusnya HANYA bisa lolos ujian mengemudi?
Padahal, jika kita mau berpikir secara “dewasa”, aturan itu baik. Bayangkan jika SIM bisa dimiliki oleh semua usia. Anak – anak SD yang berumur 10 tahun bisa mengendarai motor di jalanan, mungkin rumah sakit akan penuh dengan orang tua yang sakit jantungnya kumat. Pemikiran para penentu kebijakan hukum mungkin menganggap bahwa di usia 17 tahun, seseorang seharusnya memiliki tanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain. Selain itu 17 tahun sudah dianggap usia dewasa. So many things that could be reason for the law.
Ada juga aturan hukum tentang IMB (Ijin Mendirikan Bangunan). What’s the reason for the rule? Ada satu ilmu yang bernama Tata Ruang Kota. Ilmu tersebut mengajarkan tentang aturan – aturan pembangunan suatu kota. Banyak aspek yang dilihat, mulai dari kawasan rawan bencana, pusat kota, daerah sub-urban, sampai kegiatan sosial manusia.
Tata Ruang Kota juga berperan dalam menjaga stabilitas suatu daerah. Misalnya, untuk kasus di Daerah Istimewa Yogyakarta, ada larangan pembangunan rumah di Kawasan Rawan Bencana Merapi. Hal ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya letusan gunung berapi. Contoh lain misalnya, larangan pendirian permukiman di daerah bekas rawa atau sungai. Hal ini dikarenakan untuk menghindari banjir. Perlindungan terhadap daerah – daerah resapan air seperti hutan, taman, atau lahan yang sengaja dibiarkan terbuka agar stabilitas alam tetap terjaga. Bayangkan jika rawa, sungai, bahkan tepian laut ditimbun. Kemana air hujan akan mengalir? Apa jadinya kalau tidak ada lagi daerah resapan air? Apakah dengan semua potensi bencana tersebut tidak mempengaruhi stabilitas kehidupan suatu daerah?
Jakarta bebas banjir. Slogan yang menurut saya innocent, jika pembangunan gedung dan perumahan terus saja berlanjut tanpa memperdulikan tata ruang kota. Coba kita tengok kenapa di daerah yang namanya menggunakan “rawa” dan “kali” mudah terkena banjir? Ya, karena dulunya memang daerah tersebut merupakan rawa - rawa dan sungai. Tempat yang seharusnya menjadi daerah resapan air. Jika air tidak meresap ke dalam tanah, dia akan mengalir di permukaan. Don’t be surprised with the flood.
Jakarta bebas macet. How is funny the sentence? Sementara kita tahu jika pertambahan penduduk sudah tidak terkontrol. Mau menyalahkan masyarakat pendatang? Kenapa tidak berpikir jika semua orang datang ke Jakarta karena di sinilah pusat “kehidupan” di Indonesia? Kenapa pembangunan paling pesat di Jakarta? Kenapa banyak perusahaan besar dan kecil yang memilih homebase-nya di Jakarta? Ibarat pepatah : ada gula ada semut, dimana ada peluang kerja, di situlah masyarakat akan tinggal. So, jangan salahkan pendatang.
Ajukan saja pertanyaan kenapa dengan mudahnya para pengusaha mendapat ijin usaha dan membangun perkantoran yang menyumbat pori – pori tanah? Apakah manusia sudah sedemikian tidak berperasaan dan membiarkan kulit tanah tidak bisa bernafas karena ditimbun dengan semen? Manusia sih enak, kalau berjerawat tinggal diolesi obat anti acne, peeling, masker, dan perawatan wajah lainnya, tapi apa kabar dengan tanah???
Kenapa daerah - daerah perkantoran berada dalam satu lingkup yang begitu dekat? Kemudian ijinkan saya melanjutkan pertanyaan, kenapa mall dan pusat hiburan seperti dalam status “in relationship” with the office? How crowded the area with all the buildings? Semua bentuk kemudahan yang mereka atur tanpa sadar menjadi semacam boomerang. Pemikiran yang menganggap jika area perkantoran, perumahan dan pusat hiburan serta perbelanjaan menjadi satu, akan memudahkan masyarakat untuk menikmati hidup. Tidak perlu menghadapi macet. Betulkah seperti itu? Bentuk kemudahan untuk siapa? Mereka yang sanggup membayar mahal untuk hunian di central? Bagaimana dengan para pegawai menengah ke bawah? Jangankan memiliki rumah, untuk membayar uang sewa di daerah sub - urban saja mungkin mereka “ngos – ngosan”.
Hukum. Legalitas. Kesadaran. Tiga hal yang seharusnya menjadi bahan perenungan kita semua. Bahwasannya, berada dalam kehidupan masyarakat yang majemuk, perkembangan jaman dan hidup dalam waktu sekarang melahirkan satu tantangan bagi kita : mampukah berperan sesuai peran kita sendiri? Kesadaran untuk membuat hukum menjadi legalitas yang mengangkat derajat kita sebagai manusia modern, cerdas dan beriman.
Dear Monday Evening, apa kabarnya Surat Tanda Daftar Perusahaan ?
-
Aku menutup file ini dan bergegas keluar kantor. Rasanya ruangan seluas 6 x 9 meter itu menjadi pengap. I need to breath, relax and then walking around in the near office. Mencerna apa yang terjadi sepanjang Senin ini.
Empat tahun sejak aku selesai kuliah dan bekerja di perusahaan ini. Banyak hal yang aku pelajari. Tidak sekedar tentang dunia kerja, tapi juga kehidupan sehari – hari dan proses pendewasaan. Hanya saja, untuk kesekian kalinya aku merasa bosan.
Ada kejenuhan yang menyergap cepat, seperti rinduku pada kesederhanaan melesat tak tercekat. Ada kegelisahan yang menyelinap, seperti kehilangan sesuatu yang sudah lenyap. Tiba – tiba perjalanan karir selama di kantor ini menyisakan satu pertanyaan : Is it my passion of work?
(written : 10 Okt 2013)
@Cezza13
‘Ting tong...you’ve got mail...’
Penanda email masuk di ponselku berbunyi. Aku menarik nafas panjang dan berdiri. Meregangkan kaki dan tangan, kemudian menguap.
“Ahhh, so sleepy and overtiredness....” Keluhku pelan.
“Heh, masih kurang tidur semalam? Makanya kalau malam jangan begadang. Niat kerja nggak?” Vava, managerku, menegur. Aku tersenyum kecut.
“Final report payment, absensi karyawan, iklan, website, MO...u...”
Aku tercekat dengan kata terakhir. MOU. .........
“Alexa, telepon ya.“ Hera bersuara dari ujung meja, dilanjutkan line telepon di depanku berbunyi. Detak jantung mendadak meningkat tanpa dikomando.
“Halo, good morning, Alexa speaking !”
“Pagi Alexa, ini Pak Tian. Bagaimana dengan MOUnya? Surat – surat perusahaannya apa sudah selesai diperpanjang? Ini sudah hampir satu bulan lho, harusnya sudah beres.“ Suara di seberang menyerang. Otot – otot syaraf menegang, mata berkedip cepat, tangan lemas, nafas tidak karuan. Akh, It’s too early to be stress, my body.
“Halo Pak Tian. Apa kabar? Duh, pagi – pagi sudah telepon, semangat banget ya.” Aku mencoba berbasa – basi.
“Iya, soalnya kan bagian legal di kantor saya sudah menanyakan mengenai surat – surat perusahaannya. Ini sudah satu bulan, bagaimana perkembangan pengurusannya? Kalau tidak selesai – selesai, nanti deposit juga mundur. Repot tha?” Nada suara Pak Tian mulai amburadul, tinggi – rendah campur aduk dengan aksen Jawa Timurnya.
“Saya push hari ini ya Pak. Saya juga maunya cepat Pak, tapi ya bagaimana lagi, kita kan terbentur birokrasi. Ini di luar kuasa saya Pak.”
“Kasih duit sajalah pegawainya, nanti cepat itu prosesnya. Nggak ada duit ya nggak bakal dikerjain. Kita kan harus jeli melihat kondisi. Pemerintahan sekarang ini dikit – dikit duit kok non. Hahaha...” Dia tertawa terkekeh.
“Oh begitu ya Pak? Susah juga ya.”
“Ya nggak susah. Alexa bilang saja sama bossnya, minta duit buat mereka, pasti lancar. Urus surat – surat itu kan harusnya cepat. Kamu tolong push ya, biar duitnya juga cepat cair.”
“Oke Pak. Saya usahakan.”
“Oke. Selamat Pagi Xa.” Klik. Telepon ditutup. Ah...pekerjaan...
Tik..tik...
Dua kali jentikan jari di depan mata menggagalkan rencana melamunku. Bos berdiri di depan meja dengan ekspresi ‘nape lo? Diminta jadi bini kedua Haji Soleh?’. Aku menelan ludah sambil menatap balik bos dengan ekspresi ‘bukan Pak. Bininya Haji Soleh minta dikawinin sama saya. Dia rela saya madu.’
“Alexa, kamu kenapa? Ada masalah apa?” Bos akhirnya bertanya dengan bahasa manusia yang mudah dipahami. Aku tersentak.
“Surat – suratnya gimana Pak?”
“Aduhhhh...itu kantor kenapa sih mau kerjasama saja ribet. Urus surat – surat itu kan lama. Mahal lagi. Kamu bilang deh nggak usah pakai surat – surat.” Bos mulai senewen.
“Yaahh, Pak, mana bisa begitu, dia kan perusahaan asing, jadi dalam hal legalitas ketat. Perpanjang TDP kan cuma dua minggu Pak.”
“Kata notaris itu perlu waktu 3 bulan lho, soalnya harus rubah alamat juga. Itu nggak bisa cepat. Lagian banyak kok kantor yang nggak perpanjang TDPnya juga nggak masalah.” Bos mulai mengambil nada beberapa oktaf lebih tinggi.
“Pak, masalah kantor yang lain benar atau nggak, kan itu urusan mereka. Masa kita mau meniru hal yang salah.” Aku mulai kesal.
“Iya, aku tahu, tapi ini nggak bisa cepat dan biayanya mahal sekali. Aku males. Ribet !”
“Pak, tapi ini kan penting, suatu saat kita juga butuh TDP. Bagaimana kalau nanti kita mau mengadakan kontrak dengan perusahaan yang lebih besar? Kita pasti butuh ini Pak. Lagipula perpanjang surat ini kan kewajiban kita. Seperti halnya NPWP. Bapak tahu? Di Injil saja disebutkan lho : Berikan kepada kaisar apa yang menjadi hak kaisar dan kepada Tuhan apa yang menjadi hak Tuhan.” Aku menepuk jidat dan menggigit bibir. Aku berbicara sudah terlalu jauh. Mana ada karyawan menceramahi atasan? Bawa – bawa ayat Injil lagi.
“Ya udah nanti aku telepon notarisnya.”
Bossku masuk ruangan. Aku menghela nafas. Bukan lega karena he’ll do something, tapi lebih karena dia tidak marah dengan rentetan kalimatku barusan.
Aku menatap layar monitor. Membuka aplikasi Ms word. Satu halaman kosong warna putih. Aku tersenyum dan mulai memainkan alfabet di keyboard.
BIROCRAZY
Jika kebersihan adalah sebagian dari iman, maka ketaatan pada hukum merupakan salah satu bentuk implementasinya. Ketaatan pada hukum menunjukkan kredibilitas dan profesionalisme. Hukum dibuat bukan untuk dilanggar, diremehkan dan dilupakan. Hukum dibuat untuk mentertibkan kehidupan bermasyarakat terlebih untuk masyarakat yang majemuk seperti di negara kita ini.
Misalnya, syarat untuk memiliki SIM (Surat Ijin Mengemudi) minimal harus berusia 17 tahun. Awalnya tentu banyak pertimbangan sampai akhirnya pemerintah mengeluarkan kebijakan tersebut. Pada akhirnya beredar polemik di masyarakat. Mereka beranggapan aturan itu terlalu ribet dan mengada – ada. Hal tersebut memicu lahirnya para penjahat hukum yang sering disebut “calo”.
The simple thing that we made complicated. Let’s be honest, we loved drama queen. Sudah dibuat aturan sedemikian rupa, eh, kita memberontak. Pemerintah itu ibarat orang tua yang mematok aturan untuk kebaikan anak – anaknya. Kenapa kita tidak merasakan seperti itu? Yup, because we are children for the parents. Sama halnya anak – anak, merasa bahwa aturan itu sebuah belenggu, bukan bentuk kepedulian orang tua terhadap kita.
Jika mau jujur terhadap diri sendiri, sebenarnya penentangan terhadap hukum tersebut karena sifat “sok” yang melekat dalam diri kita. Untuk apa harus menunggu 17 tahun kalau di usia yang baru 15 tahun sudah bisa mengendarai motor/mobil? Bukankah syarat memiliki SIM seharusnya HANYA bisa lolos ujian mengemudi?
Padahal, jika kita mau berpikir secara “dewasa”, aturan itu baik. Bayangkan jika SIM bisa dimiliki oleh semua usia. Anak – anak SD yang berumur 10 tahun bisa mengendarai motor di jalanan, mungkin rumah sakit akan penuh dengan orang tua yang sakit jantungnya kumat. Pemikiran para penentu kebijakan hukum mungkin menganggap bahwa di usia 17 tahun, seseorang seharusnya memiliki tanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain. Selain itu 17 tahun sudah dianggap usia dewasa. So many things that could be reason for the law.
Ada juga aturan hukum tentang IMB (Ijin Mendirikan Bangunan). What’s the reason for the rule? Ada satu ilmu yang bernama Tata Ruang Kota. Ilmu tersebut mengajarkan tentang aturan – aturan pembangunan suatu kota. Banyak aspek yang dilihat, mulai dari kawasan rawan bencana, pusat kota, daerah sub-urban, sampai kegiatan sosial manusia.
Tata Ruang Kota juga berperan dalam menjaga stabilitas suatu daerah. Misalnya, untuk kasus di Daerah Istimewa Yogyakarta, ada larangan pembangunan rumah di Kawasan Rawan Bencana Merapi. Hal ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya letusan gunung berapi. Contoh lain misalnya, larangan pendirian permukiman di daerah bekas rawa atau sungai. Hal ini dikarenakan untuk menghindari banjir. Perlindungan terhadap daerah – daerah resapan air seperti hutan, taman, atau lahan yang sengaja dibiarkan terbuka agar stabilitas alam tetap terjaga. Bayangkan jika rawa, sungai, bahkan tepian laut ditimbun. Kemana air hujan akan mengalir? Apa jadinya kalau tidak ada lagi daerah resapan air? Apakah dengan semua potensi bencana tersebut tidak mempengaruhi stabilitas kehidupan suatu daerah?
Jakarta bebas banjir. Slogan yang menurut saya innocent, jika pembangunan gedung dan perumahan terus saja berlanjut tanpa memperdulikan tata ruang kota. Coba kita tengok kenapa di daerah yang namanya menggunakan “rawa” dan “kali” mudah terkena banjir? Ya, karena dulunya memang daerah tersebut merupakan rawa - rawa dan sungai. Tempat yang seharusnya menjadi daerah resapan air. Jika air tidak meresap ke dalam tanah, dia akan mengalir di permukaan. Don’t be surprised with the flood.
Jakarta bebas macet. How is funny the sentence? Sementara kita tahu jika pertambahan penduduk sudah tidak terkontrol. Mau menyalahkan masyarakat pendatang? Kenapa tidak berpikir jika semua orang datang ke Jakarta karena di sinilah pusat “kehidupan” di Indonesia? Kenapa pembangunan paling pesat di Jakarta? Kenapa banyak perusahaan besar dan kecil yang memilih homebase-nya di Jakarta? Ibarat pepatah : ada gula ada semut, dimana ada peluang kerja, di situlah masyarakat akan tinggal. So, jangan salahkan pendatang.
Ajukan saja pertanyaan kenapa dengan mudahnya para pengusaha mendapat ijin usaha dan membangun perkantoran yang menyumbat pori – pori tanah? Apakah manusia sudah sedemikian tidak berperasaan dan membiarkan kulit tanah tidak bisa bernafas karena ditimbun dengan semen? Manusia sih enak, kalau berjerawat tinggal diolesi obat anti acne, peeling, masker, dan perawatan wajah lainnya, tapi apa kabar dengan tanah???
Kenapa daerah - daerah perkantoran berada dalam satu lingkup yang begitu dekat? Kemudian ijinkan saya melanjutkan pertanyaan, kenapa mall dan pusat hiburan seperti dalam status “in relationship” with the office? How crowded the area with all the buildings? Semua bentuk kemudahan yang mereka atur tanpa sadar menjadi semacam boomerang. Pemikiran yang menganggap jika area perkantoran, perumahan dan pusat hiburan serta perbelanjaan menjadi satu, akan memudahkan masyarakat untuk menikmati hidup. Tidak perlu menghadapi macet. Betulkah seperti itu? Bentuk kemudahan untuk siapa? Mereka yang sanggup membayar mahal untuk hunian di central? Bagaimana dengan para pegawai menengah ke bawah? Jangankan memiliki rumah, untuk membayar uang sewa di daerah sub - urban saja mungkin mereka “ngos – ngosan”.
Hukum. Legalitas. Kesadaran. Tiga hal yang seharusnya menjadi bahan perenungan kita semua. Bahwasannya, berada dalam kehidupan masyarakat yang majemuk, perkembangan jaman dan hidup dalam waktu sekarang melahirkan satu tantangan bagi kita : mampukah berperan sesuai peran kita sendiri? Kesadaran untuk membuat hukum menjadi legalitas yang mengangkat derajat kita sebagai manusia modern, cerdas dan beriman.
Dear Monday Evening, apa kabarnya Surat Tanda Daftar Perusahaan ?
-
Aku menutup file ini dan bergegas keluar kantor. Rasanya ruangan seluas 6 x 9 meter itu menjadi pengap. I need to breath, relax and then walking around in the near office. Mencerna apa yang terjadi sepanjang Senin ini.
Empat tahun sejak aku selesai kuliah dan bekerja di perusahaan ini. Banyak hal yang aku pelajari. Tidak sekedar tentang dunia kerja, tapi juga kehidupan sehari – hari dan proses pendewasaan. Hanya saja, untuk kesekian kalinya aku merasa bosan.
Ada kejenuhan yang menyergap cepat, seperti rinduku pada kesederhanaan melesat tak tercekat. Ada kegelisahan yang menyelinap, seperti kehilangan sesuatu yang sudah lenyap. Tiba – tiba perjalanan karir selama di kantor ini menyisakan satu pertanyaan : Is it my passion of work?
(written : 10 Okt 2013)
@Cezza13